Environmental Parliament Watch sebagai bentuk kepedulian masyarakat
Environment adalah lingkungan. Lingkungan keluarga, rumah tangga, lingkungan desa, hingga ke lingkungan kerja. Sedikit mengalami evolusi karena dinamika masyarakat, environment menyeruak menjadi community (komunitas). Lebih dalam maknanya karena community lebih bersifat interaktif, elemen-elemen didalamnya saling aktif berinteraksi, menimbulkan hubungan sebab akibat satu sama lain.
Lingkungan hidup, sering disebut sebagai lingkungan, adalah istilah yang dapat mencakup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang ada di bumi atau bagian dari bumi, yang berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia yang berlebihan.
Berikut ini adalah contoh dari web E-Environment
Mengenal WWF-Indonesia dan karyanya di sepanjang kepulauan Indonesia
merupakan salah satu negara dengan wilayah pesisir dan keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Ironisnya mayoritas penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan, kota-kotanya merupakan tempat paling tercemar di dunia. Setiap tahun, hijaunya hutan berubah menjadi merah menyala karena terbakar, dan ketika musim penghujan tiba, bencana banjir serta longsor membawa petaka bagi banyak orang.
Tujuan utama WWF-Indonesia adalah untuk menghentikan dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi serta membangun masa depan, dimana manusia hidup selaras dengan alam.
Visi WWF-Indonesia adalah "Pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia untuk kesejahteraan generasi sekarang dan di masa mendatang". Misi WWF-Indonesia adalah melestarikan keanekaragaman hayati dan mengurangi dampak yang disebabkan manusia melalui upaya yang dapat diuraikan sebagai berikut ini :
• Mempromosikan etika pelestarian yang kuat, kesadaran serta aksi di kalangan masyarakat Indonesia
• Memfasilitasi upaya multi pihak untuk melindungi keanekaragaman hayati dan proses ekologis dalam skala ekoregional
• Melakukan advokasi kebijakan, hukum dan penegakan hukum yang mendukung upaya pelestarian
• Mempromosikan pelestarian bagi kesejahteraan masyarakat, melalui pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Potret Lingkungan Hidup DKI Jakarta
Pembicaan tentang Jakarta, selalu menarik bagi siapa saja dalam tema apapun mulai tentang kehidupan gemerlap Kota Jakarta, kehidupan kaum urban dan miskin kota hingga persoalan lingkungan Jakarta. Pada jaman penjajahan Belanda, Jakarta lebih dikenal dengan nama Betawi, mulanya Jakarta merupakan salah satu kota pelabuhan pelayaran di Nusantara, namun belakangan Jakarta menjadi kota raksasa, pusat segala aktivitas industri, ekonomi dan pemerintahan. Kian menambah daya tarik Jakarta, untuk didatangi dari sekedar shopping hingga tinggal menetap.
Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Repubik Indonesia dan pusat kegiatan, pembangunanya berkembang demikian pesat dalam berbagai sektor seiring dengan umur Jakarta yang bulan Juli 2007 lalu genap berusia 480 tahun, namun disisi lain, pembangunan tersebut juga semakin menambah beban pada lingkungan terutama akibat meningkatnya limbah padat, cair, gas serta eksploitasi sumberdaya alam telah memberikan dampak pada semakin berkurangnya daya dukung lahan dan lingkungan.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi Jakarta, berdasarkan penelitian para ahli International Institute for Environment and Development Britinia bekerjasama dengan City University of New York dan Colombia University dikategori sebagai salah kota di dunia yang bakal merasakan dampak “pemanasan global” yaitu akan tenggelam paling lambat hingga akhir abad ini. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas lingkungan yang dilakukan sejumlah lembaga lingkungan, melaporkan, bahwa kualitas lingkungan Jakarta makin menurun dan kian hari semakin mengkhawatirkan. Fakta-fakta kondisi lingkungan Jakarta terkini bisa dilihat sebagai berikut:
RTH Jakarta Makin Minim
Salah satu problem lingkungan yang ini dihadapi Jakarta adalah semakin langkanya ruang terbuka hijau, tak heran bencana banjir menjadi langganan bagi warga Jakarta setiap tahunnya.
RTH (Ruang Terbuka Hijau) di Jakarta telah banyak yang beralih fungsi menjadi bangunan apartemen, mal, hotel dan sebagainya dibarengi dengan jumlah kendaraan yang semakin meningkat. Dari 9000 hektar (13%) target RTH yang dibutuhkan di Jakarta, namun yang ada sekarang hanya 6000 hektar atau sekitar 8%. Sejak tahun 2004 lalu, Jakarta kehilangan 400 hektar RTH-nya. Jakarta semakin membangun tanpa memperhitungkan RTH yang dibutuhkan, akibatnya kurang daerah resapan air yang berakibat banjir dimana-mana. Sekitar 70% wilayah Jakarta dilanda banjir awal tahun 2007.
Secara ekologis RTH memiliki fungsi, dimana taman kota atau hutan kota mampu menjaga keseimbangan resapan dan tangkapan air sehingga menghindari terjadinya banjir. Adanya catchment area (daerah tangkapan) mampu menyediakan cadangan air bersih terutama air bawah tanah. Banyak pengalihan fungsi RTH menjadi bangunan-bangunan yang memenuhi kota Jakarta tidak terlepas dari peranan pemprov dalam mengatur tata ruangnya. Hal ini yang mengakibatkan banjir pada musim hujan karena air tidak dapat terserap tanah, sehingga pada musim kemarau menyebabkan sumur-sumur menjadi kering karena tak ada air yang tersimpan di bawah tanah. Berkaitan dengan pesatnya jumlah kendaraan bermotor di Jakarta yang menghasilkan semakin banyak gas buangan, maka fungsi RTH seharusnya menjadi penyerap polutan tersebut.
Namun karena sangat terbatasnya RTH yang tersedia, maka tingkat polusi udara Jakarta menjadi kian parah. Burung-burung serta satwa lainnya tidak lagi mempunyai tempat untuk hidup di kota ini dan keberadaannya semakin terancam karena pohon yang seharusnya menjadi tempat berteduh sudah digantikan gedung pencangkar langit.
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No 14 tahun 1998 tentang penataan RTH, dimana disebutkan bahwa setiap harus mengalokasikan RTH sebesar 40% - 60% dari luasan kota yang ada. Untuk Jakarta sendiri pada master plan tahun 1985 hingga 2000 dialokasikan RTH sebesar 26%, tetapi pada periode 2000-2010 alokasinya berkurang menjadi 13% sehingga dalam kurung waktu 25 tahun terjadi penurunan kuantitas RTH yang cukup signifikan dan dapat dirasakan dampaknya secara bencana ekologis yang muncul. Untuk menghindari ancaman bencana yang lebih besar harus ada upaya penyeimbangan dan penataan Jakarta.
Selain terkait masalah lingkungan, RTH juga berkaitan dengan fungsi sosial. Ketika ruang publik berkurang atau tidak, tentu akan mempengaruhi perkembangan psikologis masyarakat. Hidup di Jakarta dapat dianalogikan dengan sekumpulan orang yang berdesakan disuatu ruang yang sempit, dimana sewaktu-waktu dapat terjadi pertengkaran bila sedikit saja tersulut karena sudah dipenuhi emosi. Semakin banyak konflik dimasyarakat bisa diartikan sudah terjadi bencana sosial dimana komunikasi sudah semakin luntur. Hal ini disebabkan karena semakin sulitnya orang melakukan interaksi positif.
Semakin banyak mal yang dibangun memang dapat digunakan untuk refreshing tetapi dampaknya nanti akan membawa orang menjadi individualis dan komsumtif, sedangkan RTH bisa dijadikan tempat rekreasi dan bersoalisasi antara warga termasuk mempengaruhi perkembangan anak.
Berdasarkan catatan Enviro Magzine (2007), dalam kurun waktu lima tahun terakhir saja, ratusan hektar ruang terbuka hijau telah berganti menjadi gedung bertingkat atau diklaim sebagai milik sebagian orang sehingga diperjual belikan atau disewakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Misalnya Taman Bersih Berwibawa (Taman BMW) yang terletak di daerah Tanjung Priok, dari total luas 26,5 hektar sekitar 8 hektarnya telah diklaim sebagai milik warga. Hal serupa juga terjadi di daerah Pluit, dimana lahan hijau dikuasi oleh segilintir warga dan disewakan menjadi warung, kios, bengkel dan sebagainya.
Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR) yang seharusnya direvisi, karena apa yang terjadi dilapangan selalu berbeda dengan apa yang direncanakan. Jakarta berkembang tak terkendali secara informal. Ketimbang dibuka untuk umum, RUTR justru dijual kepada penawar tertinggi. Akibatnya, banyak kampung-kampung penduduk asli yang tergusur, sementara mereka yang beruntung mendapatkan akses ke RUTR mengambil untung berlipat-ganda.
Mengingat kompleksinya pengelolaan RTH DKI Jakarta, Gubernur DKI terpilih perlu melakukan beberapa upaya sebagai berikut :
• Diperlukan sinkronisasi peraturan tata ruang dengan pembangunan ekonomi, mengingat RTH memiliki nilai ekonomis yang besar bila difungsikan untuk kepentingan lain.
• Perlu ada upaya bersama antara pemda DKI, daerah penyangga dan pemerintah pusat dalam penataan Jakarta sebagai ibukota negara agar pembangunan Jakarta bisa dikontrol dan tidak melebihi ambang batas kemampuan lingkungan.
• Pengelolaan RTH Jakarta juga perlu dikaitkan dengan pemanasan global, mengingat Jakarta dikategorikan sebagai daearah yang akan tenggelam paling lambat hingga akhir abad ini.
• Pengelolaan dan pemgembangan RTH tidak hanya diarahkan di seputar kota atau wilayah darat tapi juga menyentuh daerah pesisir dengan cara mendorong hijaunisasi pantai yang akan berfungsi sebagai pemecah gelombang air laut.
WWF Indonesia dan Potret Lingkugan Hidup DKI Jakarta merupakan salah satu wujud perhatian pada lingkungan alam Indonesia yang buruk akibat eksplorasi dengan bahan berbahaya. Maka dari itu, di Indonesia dibuat suatu forum untuk masyarakat yang peduli lingkungan yaitu EPW (Environmental Parliament Watch).
Kebijakan public merupakan hasil kompromi politik antara eksekutif dan legislative. Oleh sebab itu dimensi politik merupakan salah satu factor yang cukup signifikan dalam menentukan keberhasilan upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam tatanan demokratis, masyarakat yang tidak menuntut hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat akan mengakibatkan pemerintahan yang kurang mempedulikan pelestarian fungsi lingkungan. Akibatnya terjadi kerusakan lingkungan yang berkepanjangan.
Salah satu penyebab terus berlanjutnya kerusakan lingkungan adalah akibat dari kebijakan yang kurang berpihak kepada lingkungan hidup. Fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah membuat peraturan perundang-undangan memberikan persetujuan, dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kerja eksekutif. Akibat dari kurang pedulinya para anggota Dewan ketiga fungsi di atas, pengelolaan lingkungan hidup tidak pernah menjadi prioritas bagi eksekutif.
Apabila mekanisme seperti di atas terus berlajut maka kondisi lingkungan akan terus mengalami peningkatan kerusakan. Untuk mencegah dan meminimalisir berlangsungnya kerusakan lingkungan akibat tidak adanya kebijakan yang memeperhatikan aspek lingkungan, maka masyarakat perlu mendayagunakan haknya untuk menilai kinerja legislatif.
Dalam rangka melakukan penilaian dan pengawasan terhadap kinerja legislatif diperlukan adanya suatu kelembagaan pengawasan di bidang lingkungan yang kemudian disebut Environmental Parliament Watch (EPW). Environmental Parliament Watch merupakan salah satu wujud kelembagaan yang mengakumulasi potensi partisipasi masyarakat dalam mengontrol berbagai aktivitas dan kinerja Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah( DPRD) kabupaten / Kota dalam mengembangkan kebijakan publik. Kementerian Lingkungan Hidup hingga saat ini telah memfasilitasi terbentuknya Environmental Parliament Watch lebih kurang mencapai 42 Parliament Watch bidang lingklungan di beberapa kota di Indonesia.
Dengan terbentuknya Environmental Parliament Watch di beberapa daerah tersebut merupakan hal yang harus diakui mengenai masyarakat yang mulai sadar bahwa perjuangan untuk kepentingan lingkungan hidup perlu dilakukan oleh semua pihak. Namun demikian dalam pelaksanaan program Environmental Parliament Watch dan kegiatannya diindikasikan masih adanya keragaman pemahaman tentang Environmental Parliament Watch dengan tingkat keaktifan yang beragam pula. Akibatnya dapat dilihat bahwa pencapaian kesuksesan dalam mencapai posisi tawar masyarakat dalam politik lingkungan akan berbeda-beda di tiap-tiap daerah.
Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas perlu dirumuskan visi misi, strategi dan program bersama hal ini dimaksudkan agar tercapai suatu sinergi antar Environmental Parliament Watch untuk memperkuat posisi tawar masyarakat dalam politik lingkungan. Untuk keperluan ini pertemuan nasional Environmental Parliament Watch bidang lingklungan perlu dilaksanakan dan perlu diikuti oleh seluruh Environmental Parliament Watch yang telah terbentuk.
STRATEGIC PLAN ENVIRONMENTAL PARLIAMENT WATCH
A. Pengertian Environmental Parliament Watch
1. Environmental Parliament Watch (EPW) adalah forum masyarakat peduli lingkungan baik secara lembaga atau individu yang mengakumulasi potensi masyarakat untuk mengontrol kebijakan yang dibuat oleh legislatif dan eksekutif.
2. Yang dimaksud dengan lembaga dan individu yang peduli lingkungan adalah ;
a. Organisasi Masyarakat
b. PERS
c. Perguruan Tinggi
d. Tokoh Masyarakat yang peduli lingkungan
e. Organisasi profesi
f. Individu yang peduli lingkungan
B. Mandat Environmental Parliaament Watch :
1. Memperkuat dan menjadi bagian gerakan masyarakat yang pro lingkungan
2. Melakukan pengawasan kebijakan yang dilakukan eksekutif dalam rangka mewujudkan warga madani
3. Melakukan pengawasan terhadap parlemen dan eksekutif dalam proses pengambilan keputusan kebijakan yang berpihak pada lingkungan hidup, dalam pengawasan terutama partisipasi dan gerakan masyarakat
4. Mempertegas posisi rakyat dalam kontrol kebijakan
5. Mempengaruhi kebijakan
6. Memantau implementasi kebijakan
7. Monitoring dan evaluasi kebijakan
8. Mengadvokasi kebijakan
C. Nilai –Nilai Environmental Parliament Watch yang dijunjung tinggi yaitu diantaranya:
1. Organisasi Non Partisan
2. Keadilan
3. Kemandirian
4. Keragaman
5. Kejujuran
6. Keterbukaan
7. Kemitraan
8. Dapat Dipertanggung-jawabkan (ilmiah)
9. Transparasi ( terbuka )
10. Bertanggungjawab dan mencegah kerusakan lingkungan
D. Visi Environmental Parliament Watch :
“TERWUJUDNYA PEMBANGUNAN YANG BERPIHAK PADA PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP”
E. Misi Environmental Parliament Watch adalah :
1. Mendorong pembentukan pengembangan organisasi sehingga bersikap cerdas dan kritis.
2. Environmental Parliament Watch Mampu :
a. Melakukan pengawasan pembangunan yang berkelanjutan
b. Menjadikan organisasi masyarakat yang berani mengontrol kebijakan.
c. Mendorong adanya kebijakan public untuk berpihak pada lingkungan (menfasilitasi dialog public dalam perumusan draft perda PLH)
d. Mengawasai anggota legislative dan eksekutif dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup
e. Mengontrol legislative dalam kebijakan pengelolaan LH
f. Pengembangan jaringan dan capacity building EPW
g. Melakukan advokasi (penguatan) dalam mencegah pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup
h. Melakukan Pemberdayaan (advokasi) masyarakat
i. Menggerakkan parliament dalam kebijakan yang berpihak pada lingkungan hidup
3. Melakukan Kontrol secara aktif terhadap legislatif dan eksekutif